NKRI123 - Keberhasilan ini membuat dunia terperangah. Mereka tak menyangka pasukan Indonesia bisa melakukan operasi khusus yang selama ini baru dilakukan militer negara maju.
Operasi Woyla mengangkat nama Kopassus TNI AD ke jajaran pasukan elite dunia. Saat itu sebenarnya TNI belum punya pasukan khusus yang benar-benar siap untuk misi antiteror. Namun terbukti mereka mampu menjalankan tugas dengan baik dengan pembebasan sandera DC-9 .
Operasi Woyla mengangkat nama Kopassus TNI AD ke jajaran pasukan elite dunia. Saat itu sebenarnya TNI belum punya pasukan khusus yang benar-benar siap untuk misi antiteror. Namun terbukti mereka mampu menjalankan tugas dengan baik dengan pembebasan sandera DC-9 .
Tak ada satu pun sandera yang terluka dalam misi ini. Lima orang pembajak berhasil ditembak mati. Keseluruhan operasi tanggal 31 Maret 1981 ini hanya berlangsung tiga menit.
Baca Juga: Wow...! Begini Aksi HEBAT Raider TNI AD. Ranger AS Langsung Minta BERGURU..!
Keberhasilan ini membuat dunia terperangah. Mereka tak menyangka pasukan Indonesia bisa melakukan operasi khusus yang selama ini baru dilakukan militer negara maju.
Sebenarnya tak cuma pihak asing yang ragu. Kepala Operasi Pembebasan Sandera Letjen Benny Moerdani pun memperkirakan keberhasilan timnya 50:50.
Satu hal yang terungkap, Benny ternyata sudah menyiapkan 17 peti mati dalam operasi itu. Hal itu sesuai dengan perkiraan Benny bakal jatuh banyak korban dalam misi pembebasan sandera.
"Ternyata perkiraan ini meleset, karena seusai operasi penanggulangan teror, hanya diperlukan lima peti jenazah bagi pembajak," kata Letkol Sintong Panjaitan yang memimpin operasi tersebut.
Sintong Panjaitan menceritakan peristiwa tersebut dalam buku biografinya, Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando. Buku ini ditulis Hendro Subroto dan diterbitkan Penerbit Buku Kompas tahun 2009.
Aksi Pembajakan
"Komando! Komando! Semua tiarap! Tiarap!"
Teriakan itu mengejutkan semua orang di dalam kabin pesawat DC-9. Jam menunjukkan pukul 02.45 waktu Bangkok. Secara cepat tim penyergap antiteror menerobos masuk pesawat.
Tembakan senapan serbu semiotomatis terdengar menyalak beberapa kali. Drama penyanderaan pesawat Garuda DC-9 Woyla di Bandara Don Muang, Thailand itu berakhir dalam waktu tiga menit.
Penyanderaan pesawat Garuda GA-206 'Woyla' rute Jakarta-Medan itu dimulai Sabtu 28 Maret 1981. Setelah transit di Palembang, tiba-tiba seorang pria berpistol memasuki ruangan kokpit.
Baca Juga: Sekali Poles...! Gembong PKI KEBAL PELURU Ini TUMBANG di Tangan Sang Letnan.Kapten Pilot Herman Rante dipaksa mengalihkan penerbangan ke Colombo, Srilanka. Namun Herman menjelaskan bahan bakar pesawat tak cukup. Akhirnya pesawat mendarat di Penang, lalu kemudian menuju Bandara Don Muang, Bangkok.
Pihak intelijen Indonesia menyebut kelima orang pembajak berasal dari kelompok Komando Jihad. Mereka adalah Zulfikar T Djohan Mirza, Sofyan Effendy, Wendy Mohammad Zein, Mahrizal dan Mulyono.
Pembajak menuntut pemerintah Indonesia membebaskan 80 anggota Komando Jihad yang dipenjara karena beberapa kasus. Antara lain penyerangan Mapolsek Pasir Kaliki, Teror Warman di Raja Paloh dan aksi lainnya sepanjang 1978-1980. Selain itu, mereka juga meminta uang USD 1,5 juta.
Presiden Soeharto menjawab tuntutan itu dengan aksi militer. Asintel Panglima ABRI Mayjen Benny Moerdani menjelaskan keberhasilan operasi militer adalah 50:50.
Masalahnya saat itu seluruh kekuatan ABRI sedang menggelar latihan gabungan di Ambon. Begitu juga dengan para prajurit Kopasandha. Para pasukan yang sudah melakukan latihan antiteror malah sedang mengikuti Latgab di Ambon.
Perwira paling senior di Markas Baret Merah itu tinggal Letkol Sintong Panjaitan. Perwira menengah tersebut tak ikut ke Ambon karena kakinya patah saat mengikuti latihan terjun payung. Untuk berjalan saja, Sintong harus dibantu tongkat.
Kini dia yang harus memimpin operasi pembebasan sandera itu. Uniknya, Sintong akhirnya memaksakan diri berjalan tanpa tongkat begitu Komandan Kopasandha Brigjen Yogie S Memet memerintahkannya memimpin operasi.
"Masak komandan memimpin operasi militer pakai tongkat," kata Sintong.
Dalam waktu singkat Sintong memilih pasukan yang tersedia di Mako Kopasandha. Seluruh prajurit baret merah yang kelak bernama Kopassus ini bersemangat mengikuti operasi tersebut.
Baca Juga: Si GANTENG, Direktur AKADEMI MILITER Tangerang, PERWIRA Berusia 17 Tahun. GUGUR Diberondong PeluruSintong sadar. Waktu melatih pasukan ini cuma beberapa hari. Selama tim berlatih di Hanggar Garuda, pemerintah Indonesia terus melobi Kerajaan Thailand agar diperbolehkan menggelar operasi militer.
Tanggal 30 Maret 1981 pasukan bertolak ke Bangkok. Sambil menunggu jam 'J' mereka terus berlatih.
Akhirnya lampu hijau diberikan pemerintah Thailand. Pasukan Komando Indonesia diberi izin melakukan operasi militer di Bandara Don Muang. Disepakati waktu penyerangan adalah jam 03.00.
Namun diputuskan waktu penyerangan dimajukan. Dengan sigap para prajurit itu melakukan tugasnya. Lima orang pembajak ditembak mati. Tak ada satu pun sandera yang terluka.
Pembebasan yang dramatis
Lima pembajak yang ditembak adalah Abdullah Mulyono, Wendy Mohammad Zein, Zulfikar, Mahrizal dan Abu Sofyan.
Dalam operasi tersebut, Abdullah Mulyono sempat berusaha merebut senjata tim penyerbu. Namun dia ditendang keluar dan tergelicir lewat peluncur. Mulyono segera ditembak sub tim yang berjaga di bawah hidung pesawat.
Sementara itu Wendy Mohammad Zein ditembak di dekat pintu darurat. Pembajak lainnya, Zulfikar, berusaha melarikan diri lewat sayap pesawat. Namun dia dipergoki dan tewas dihantam peluru M-16 tim yang berjaga di luar pesawat.
Perlawanan paling seru diberikan Mahrizal, dia sempat menembak jatuh anggota tim antiteror Capa Ahmad Kirang. Tembakan itu melukai perut bawah Kirang. Mahrizal juga menembak seorang lainnya, namun mengenai rompi anti peluru. Pasukan Komando segera membalas dengan tembakan senapan MP5 hingga Mahrizal tewas di dekat Pramugari.
Baca Juga: Kisah HEROIK Mayor Dimara: Bikin Presiden Soekarno KAGUM, Hingga Bikin Patung Raksasa
Satu yang terakhir, Abu Sofyan, berniat meloloskan diri. Dia ikut turun bersama para penumpang yang dievakuasi keluar pesawat. Namun seorang penumpang mengenali Abu Sofyan dan berteriak.
Abu Sofyan berlari menjauhi pesawat. Namun dengan sigap pasukan antiteror segera menembaknya. Dia tewas seketika.
Keberhasilan misi itu diwarnai duka. Capa Ahmad Kirang dan Kapten pilot Herman Rante yang tertembak tewas beberapa hari kemudian di rumah sakit. Keduanya dimakamkan di Taman Pahlawan Nasional. Kopassus mendirikan monumen Ahmad Kirang di Markas Sat-81 Gultor Cijantung.
Sumber: merdeka.com
No comments:
Post a Comment